Senin, 21 Juni 2010

Perpisahan SDN 3 Jalatunda

Perpisahan siswa-siswi yang telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri 3 Jalatunda, diselenggarakan dalam suatu resepsi yang cukup meriah. Ritual tahunan ini dilaksanakan pada hari Senin, 21 Juni 2010 dan dimulai jam 08.00 wib. Kemeriahannya makin terasa karena para orangtua wali siswa juga berkontribusi memberikan nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya.
Tak terkecuali pada pelaksanaan ritual perpisahan tahun ini, meski tak semeriah tahun lalu dan terkesan kurang persiapan. Tetapi acara demikian juga ikut memberikan nilai dan hiburan tersendiri bagi masyarakat sekitarnya.
Beberapa pedagang menggelar lapak untuk memajang barang atau pun makanan yang dijualnya.
Para murid juga mengisi acara dengan beberapa pementasan, seperti pentas tari Lengger, tari Kukila, tari Eko Prawiro dan tari kreasi Prau Layar. Juga pada bagian akhir diisi dengan hiburan organ tunggal.
Profil pembawa Tari Kukilo ciptaan S. Maridi seperti nampak pada gambar disamping yang diperankan oleh Miswanti dan Fika Supriyanti; murid SD Negeri 3 Jalatunda. Tarian tradisional yang muncul dari ranah kearifan budaya lokal demikian, di tangan para murid dan pendidik di sekolah ini, bukan wacana teori belaka. Dengan demikian para murid bukan melulu mendapat asupan teoritik bagi otaknya, tetapi juga terasah naluriahnya sehingga terbangun watak apresian pada usia muda. Yang cukup bikin tercengang, ternyata hanya satu dari dua penari ini pernah mengikuti pelatihan tari. Di bawah support guru dan dengan melihat rekaman dari keping DVD, mereka lebih banyak mengolah dan berlatih sendiri di rumah.

Hal yang tak jauh berbeda dilakukan juga oleh 4 anak didik lainnya. Mereka adalah Rani Eka Safitri, Maryanti, Rani Haryanti dan Budiyanti. Ke empat murid ini membawakan Tari "Prau Layar". Tarian yang sebenarnya merupakan tari kreasi baru atau gagrag anyar ini, bukan saja dibawakan dengan luwes tetapi juga tetap dinamis.
Terkadang dalam olah berkesenian, khususnya seni tari, anak-anak memiliki karakteristik yang kuat. Potensi itu dimunculkan dalam performa pentas. Bagaimana dinamika di alam terbuka diserap dan mengalami stilisasi serta dipanggungkan seiring padu dengan musik dan menjadi tontonan audio-visual yang utuh. Begitulah "Prau Layar" saat diangkat hampir menyerupai repertoar hidup di panggung Sekolah Dasar yang terletak di kawasan ketinggian bukit.
Menonton pentas demikian, mengesankan tak selamanya ungkapan bocah nggunung identik dengan kebodohan dan keterbelakangan. Murid laki-laki tak mau ketinggalan dalam hal ini. Adalah Tari "Eko Prawiro" yang dimainkan oleh Aris Saputra dan Slamet Riyadi